MIGAS NATUNA .....ANTARA SAMBAS DAN NATUNA?

>> Tuesday, June 24, 2008


Sebelum reformasi bergulir terjadi ketimpangan pembangunan yang sangat mendasar antara daerah perkotaan yang berada di pulau Jawa dengan daerah lainnya. Konsep pembangunan orde baru adalah menciptakan pertumbuhan ekonomi melalui kekuatan elit ekonomi di Pulau Jawa yang nantinya diharapkan akan menciptakan dan menumbuhkan lapangan kerja sehingga dengan sendirinya terjadi pemerataan pembangunan kepada seluruh masyarakat.
Melalui konsep ini (tentu saja didukung dengan berbagai peraturan) ini pula sumberdaya alam di berbagai daerah diekploitasi dan hasilnya dirasakan oleh segelintir orang di pusat kekuasaan (lagi-lagi di Pulau Jawa).
Sekarang memasuki era reformasi dan salah satu yang dapat dirasakan oleh daerah adalah adanya otonomi daerah yang memberikan kewenangan yang luas bagi daerah untuk mengelola daerah beserta sumberdaya alam (dalam lingkup yang tentu masih terbatas). Beberapa daerah yang memiliki sumberdaya alam yang begitu besar, misalnya hutan, migas dan barang tambang merasakan dampak yang positif dimana potensi tersebut menjadi andalan sumber anggaran pembangunan yang signifikan.
Akan tetapi otonomi daerah tentu tidak dimaksudkan memecah belah bangsa ini (disintegrasi bangsa) sehingga antar daerah terjadi perebutan pengelolaan sumberdaya alam seperti yang terjadi pada kasus migas Natuna. Menilik beberapa komentar teman-teman khususnya dari Natuna, ada beberapa hal yang harus kita sama – sama perjuangkan dalam komitmen bersama :
Pertama, Bahwa persatuan dan kesatuan bangsa harus diletakkan pada tataran utama
Kedua, Bahwa Pengelolaan Sumberdaya Alam adalah ada pada tatanan konstruksi industri pertambangan yang diharapkan dapat menguntungkan dalam pengelolaan dengan memperhatikan efisiensi dan efektifitasnya
Ketiga, Bahwa Faktor Sumberdaya Manusia yang dibangun seyogyanya memperhatikan potensi sumberdaya alam yang dimiliki sehingga diharapkan di masa depan pengelolaan sumberdaya alam migas dapat mengandalkan SDM daerah sendiri. Demikian pula dengan sumberdaya alam lainnya seperti perikanan dan kelautan, serta perkebunan. Mulailah kita persiapkan sekarang ini. Jangan tunggu nanti ketika kita tidak lagi memiliki keunggulan komperatif seperti saat ini, sehingga ketika terjadi tarik menarik pengelolaan migas, kita dapat berbicara tidak hanya mengandalkan semangat otonomi tetapi juga dilandasi SDM yang andal.
Keempat, Bahwa kita harus memanfaatkan pengelolaan migas yang ada di wilayah ini sebagai sumber lapangan kerja dan membuka kesempatan peluang usaha. Dalam tataran ini berikan konsep yang jelas pada beberapa aspek yang saat ini dapat dilakukan oleh sumberdaya local. Karena pengelolaan ini bersifat high technology maka masyarakat selayaknya dapat memaklumi aspek-aspek tertentu tentu saja tidak dapat dilakukan oleh SDM local (bukan karena SDM kita tidak andal cuman belum siap jek dan yang jelas belum dipersiapkan)
Jadi menurut pendapat saya yang awam ini yang terpenting kita dapat membuat komitmen yang jelas pada aspek-aspek yang menguntungkan masyarakat kabupaten Natuna yang tentu saja dalam tataran dapat dilakukan oleh masyarakat. Komitmen yang saling menguntungkan karena antara dua daerah, yaitu Sambas dan Natuna.

Read more...

REKONSTRUKSI VISI DAERAH (VISI BUPATI....?)

Pembangunan Kabupaten Natuna sejak awal terbentuknya Kabupaten telah berlangsung selama hampir tujuh tahun, atau memasuki Repelita kedua (istilah orde baru menyebut pembangunan jangka menengah). Saat ini Natuna memasuki tahap Repelita kedua dengan visi yang jelas yaitu Natuna Mas 2020. Visi ini mengalami perubahan mendasar dibandingkan visi pada Pembangunan Lima Tahun Pertama Mengapa demikian ? Karena berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 bahwa visi misi Calon Bupati yang disampaikan ketika proses pemilihan Kepala Daerah merupakan visi daerah yang dilaksanakan ketika Calon Bupati tersebut terpilih.
Visi merupakan landasan yang sangat penting dalam suatu perencanaan strategis. Secara teoritis, perencanaan strategis selalu dimulai dengan mengenal kondisi daerah, permasalahan-permasalahan dan juga potensi yang ada. Oleh Minzberg proses ini dinamakan analisis eksternal untuk mengetahui peluang dan ancaman serta analisis internal untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dimiliki dan oleh Steiner, proses ini dikenal sebagai dasar-dasar atau asumsi perencanaan. Intinya sama yaitu bagaimana memulai perencanaan strategis dengan mengenal hal-hal mendasar dalam daerah. Hal inilah menjadi tugas penting Badan perencanaan Pembangunan Daerah yaitu merumuskan rencana strategi daerah dengan menggabungkan visi Kepala daerah Terpilih dengan tahapan perencanaan yang telah dilaksanakan dan kondisi mendasar daerah.
Visi menuju Natuna MAS 2020 sesungguhnya bukan merupakan visi baru karena hal ini juga merupakan visi Bangsa Indonesia sebagaimana yang terdapat di dalam Pembukaan Undang-undang dasar 1945. Visi ini bersifat jangka panjang, tidak terbatas waktu, tetapi pada Natuna MAS 2020 visinya dibatasi tahun 2020, artinya diharapkan pada dua belas tahun yang akan datang visi tersebut diharapkan dapat terealisasi. Artinya Ketika dicanangkan Natuna Mas 2020, maka sasaran, langkah-langkah dan indicator dari Masyarakat adil, makmur dan sejahtera telah ada dalam konsep tersebut. Indicator adil, indicator makmur, indicator sejahtera telah disusun dalam bentuk angka-angka dan wujud yang real (Sekali lagi ini adalah tugas Badan Perencanaan Daerah). Kalaupun tidak dibuat, maka visi tersebut tidak menjadi tujuan tetapi hanya arah dan semangat yang melandasi pembangunan selama 12 Tahun ke depan. Hal ini sah-sah saja karena visi itu sendiri dapat dijadikan semangat atau ruh yang melandasi tujuan atau misi yang ingin dicapai. Namun dalam perencanaan strategisi, yang paling penting adalah bagaimana mencapai tujuan tersebut.
Pada dasarnya, untuk menjembatani antara visi Calon Bupati yang dianggap sebagai janji yang harus dilaksanakan setelah terpilih (sebagaimana amanat Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004), maka akan lebih baik bagi Bappeda selaku Badan Perencanaan Daerah menggunakan model yang dikemukan oleh Bryson, yang mencakup delapan langkah utama, yaitu:
Pertama, memulai bersepakat dalam hal proses perencanaan strategis
Kedua, Mengendali mandat yang diemban (visi Bupati terpilih)
Ketiga, Menetapkan misi dan nilai yang dipegang (oleh stakeholder: Masyarakat, DPRD, tokoh-tokoh mayarakat dll )
Keempat Melihat kondisi eksternal dalam hal peluang dan ancaman
Kelima melihat kondisi internal dalam hal kekuatan dan kelemahan
Keenam menemu kenali isu-isu strategis yang dihadapi
Ketujuh merumuskan strategi untuk mengelola isu
Kedelapan merumuskan dan memantapkan visi daerah ke masa depan
Dalam perencanaan, factor yang tak kalah penting adalah evaluasi dan pengendalian karena merupakan mata rantai terhadap proses perencanaan yang berkelanjutan. Pengendalian diperlukan untuk memastikan bahwa seluruh perencanaan telah berjalan sesuai dengan target, tujuan dan sasaran yang ingin dicapai. Evaluasi diperlukan dalam rangka merumuskan perencanaan selanjutnya dan melakukan revisi terhadap rencana strategis apabila memang diperlukan. Karena itu perencanaan bukan konsep mati, stagnan dan statis tetapi bersifat dinamis dan fleksible tetapi terukur (SMART = Specyfic, Measurable, Achievable, Realistic dan Time Bond)

Read more...

  © Blogger template Shiny by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP